inijambi.com, Tanjabtim – Di tengah meningkatnya kebutuhan nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjab Timur), keberadaan kapal dengan ukuran 10 Gross Tonnage (GT) justru menghadapi sejumlah tantangan. Kapal berukuran 10 GT yang berada di kelas menengah ini dinilai kurang optimal untuk menunjang kegiatan penangkapan ikan yang efektif di wilayah tersebut. Beberapa kekurangan ini berkaitan dengan regulasi, efisiensi operasional, serta dampak lingkungan.
1. Keterbatasan Operasional Berdasarkan Regulasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 18 Tahun 2021 tentang Penangkapan Ikan Terukur, kapal nelayan berukuran antara 5 hingga 30 GT harus beroperasi di zona penangkapan yang lebih jauh, yaitu minimal 12 mil laut dari garis pantai. Hal ini karena kapal dengan ukuran tersebut diatur untuk menjaga keberlanjutan stok ikan di perairan pantai yang menjadi sumber mata pencaharian utama bagi nelayan kecil.
Dalam konteks Kabupaten Tanjab Timur, nelayan umumnya memiliki jangkauan operasional yang terbatas karena faktor cuaca dan fasilitas kapal yang belum optimal. Kapal 10 GT, yang berkapasitas menengah, cenderung tidak efisien untuk digunakan jauh di perairan lepas, mengingat keterbatasan daya tahan bahan bakar dan fasilitas keselamatan yang masih minim. Sehingga, bagi sebagian besar nelayan di wilayah ini, kapal 10 GT menjadi tidak sesuai untuk mematuhi aturan zonasi penangkapan, namun di sisi lain dianggap terlalu besar untuk dioperasikan dekat pantai.
2. Efisiensi Ekonomi dan Biaya Operasional
Penggunaan kapal 10 GT membutuhkan biaya operasional yang lebih tinggi dibandingkan kapal kecil di bawah 5 GT. Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, kapal dengan ukuran 10 GT menghabiskan bahan bakar yang lebih banyak dan memerlukan perawatan yang lebih sering. Biaya bahan bakar dan pemeliharaan ini menjadi beban tambahan bagi nelayan di Tanjab Timur, yang umumnya bergantung pada hasil tangkapan harian dan bukan penangkapan skala besar.
“Banyak nelayan yang mengeluhkan tingginya biaya operasional kapal 10 GT, terutama saat bahan bakar bersubsidi sulit diakses,” ungkap Muhammad, seorang nelayan setempat. Kebutuhan bahan bakar yang lebih tinggi menjadikan kapal ini kurang efisien secara ekonomi, terutama dalam kondisi perairan yang sering kali tidak stabil. Dampaknya, banyak nelayan memilih tetap menggunakan kapal kecil di bawah 5 GT untuk efisiensi biaya, meskipun hasil tangkapan terbatas.
3. Dampak Lingkungan dan Kajian Ramah Lingkungan
Dari sisi lingkungan, kapal 10 GT juga dinilai kurang ramah lingkungan jika dioperasikan dalam skala besar di perairan pantai. Kapal yang lebih besar memiliki potensi menghasilkan emisi karbon lebih tinggi serta menyebabkan kerusakan ekosistem laut seperti terumbu karang jika beroperasi terlalu dekat dengan wilayah pesisir. Berdasarkan penelitian dari Pusat Kajian Lingkungan dan Sumber Daya Laut, kapal berukuran menengah seperti 10 GT sebaiknya dioperasikan di perairan yang lebih dalam untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan pesisir.
Selain itu, pengoperasian kapal 10 GT di wilayah yang tidak sesuai juga berisiko mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan, khususnya di perairan dangkal yang menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis ikan. Kajian ini mendukung adanya pembatasan zonasi seperti yang diatur dalam peraturan pemerintah agar kapal menengah hingga besar dapat melestarikan ekosistem laut di perairan pantai yang rentan.
4. Alternatif Solusi
Mengingat kekurangan-kekurangan tersebut, beberapa pengamat kelautan menyarankan agar pemerintah memberikan dukungan bagi nelayan di Tanjab Timur berupa kapal kecil yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Program kapal berbobot di bawah 5 GT dinilai lebih sesuai untuk daerah pesisir seperti Tanjab Timur, dengan dukungan subsidi bahan bakar yang dapat mengurangi beban operasional nelayan.
Di sisi lain, optimalisasi program pelatihan nelayan untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola penangkapan skala kecil yang ramah lingkungan juga menjadi solusi jangka panjang agar aktivitas penangkapan ikan dapat berkelanjutan tanpa merusak ekosistem laut.
5. Kesimpulan
Penggunaan kapal 10 GT di Kabupaten Tanjab Timur menghadapi berbagai tantangan, mulai dari regulasi zonasi, efisiensi biaya, hingga dampak lingkungan. Sejumlah regulasi, seperti peraturan zonasi penangkapan ikan, justru membatasi efektivitas kapal ini di wilayah pesisir Tanjab Timur. Dukungan alternatif berupa kapal kecil dan kebijakan subsidi dinilai lebih cocok untuk memberdayakan nelayan pesisir sambil menjaga kelestarian lingkungan.(*)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari.