Inijambi.com | Jakarta – Jaringan Muda Untuk Demokrasi, Serikat Mahasiswa Progresif dan Serikat Mahasiswa Indonesia menanggapi Keputusan Presiden Prabowo memberikan gelar Pahlawan Nasional Kepada Soeharto yang menimbulkan penolakan oleh sejumlah organisasi Masyarakat Sipil salah satunya Adalah Jaringan Muda Untuk Demokrasi (Jarum Demokrasi).

Penolakan yang dilakukan oleh Jarum Demokrasi itu disampaikan melalui diskusi publik yang diselenggarakan secara kolaborasi bersama Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) dan Serikat Mahasiswa Progresif (Sempro).

Diskusi yang bertajuk “Dosa Besar Orde Baru, Penghianatan Reformasi dan Penghambaan Oligarki” ini diselenggarakan pada hari Senin tanggal 10 November 2025, bertempat di Kampus Institut Ilmu Sosial dan Politik (IISIP), Jakarta Selatan.

Hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Asep komarudin (Greenpeace), Edi Kurniawan Wahid (YLBHI) dan Violla Reinanda (Pakar Tata Negara – STH Jentera).

Baca Juga:  Al Haris-Sani Bakal Segera Dilantik Untuk Periode Kedua Pimpin Jambi

Edi Kurniawan Wahid mengatakan, Alasan penolakan kita terhadap gelar pahlawan soeharto, menurut UU syarat menjadi pahlawan adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Sangat kontras dengan julukan rezim pemerintahan soeharto yang disebut “rezim berdarah” dengan terjadinya tragedy tragedy di seluruh Indonesia, yang merupakan pelanggaran berat HAM di masa lalu.

Upaya-upaya untuk mengaburkan sejarah untuk menghilangkan ingatan terhadap kekejaman rezim orde baru sudah tercium oleh YLBHI, dengan pengangkatan soeharto sebagai pelanggar ham oleh Prabowo sebagai sesame pelanggar ham, dengan dijadikannya soeharto dijadikan pahlawan, makan persitiwa peristiwa pembantaian akan di justifikasi.

‎”Rezim yang berkuasa di masa Reformasi, terutama sejak Jokowi dan Prabowo memiliki corak autocratic-legalism.” Ciri-ciri utamanya ialah, hukum diproduksi untuk melegitimasi tindakan anti-demokrasi dan dan eksploitatif secara ekonomi, bukan keadilan sosial. Tujuannya ialah untuk mengonsentrasikan kekuasaan di tangan otokrasi itu sendiri.

Baca Juga:  Viral Video Jenazah Diangkut Tengah Kubangan Lumpur, Firdaus Desak Pemda Tanjab Timur

Dalam kaitannya dengan isu pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, itu tidak terlepas dari kenyataan bahwa rezim ini mempunyai irisan sejarah dan agenda ekonomi-politik dengan Orde Baru. Inilah yang disebut juga sebagai state capitalism, ungkap Violla.

Asep Komarudin memberikan pandangan bahwa, selain isu pelanggaran HAM dan pembungkaman demokrasi, dosa-dosa rezim Orde Baru Soeharto tampak dari pola pembangunan yang ekstraktif. Sejumlah kebijakan, salah satunya UU Penanaman Modal Asing, diciptakan untuk mengakomodir kepentingan pemilik modal asing dan dalam negeri, dan ditukarkan dengan kekayaan alam Indonesia.

Dampak dari hal-hal tersebut, masyarakat mengalami penindasan dan perampasan ruang hidup. Sebab-sebab lingkungan dan kehidupan masyarakat adat tertindas dapat dilacak pada sistem, serta kebijakan Orde Baru.

Baca Juga:  Kubu Laris Soroti Dugaan Pelanggaran ASN yang Condong ke Salah Satu Calon di Pilkada Tanjabtim

Melalui diskusi public ini, Jarum Demokrasi berharap Masyarakat luas sadar bahwa keputusan pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional ini merupakan satu Tindakan yang bertentangan dengan Konstitusi dan bertentangan dengan semangat Penegakan Demokrasi di Indonesia. Kepada Presiden, Keputusan menganugerahkan pahlawan Nasional Kpada Soharto agar segera dibatalkan.